Dalam pembahasan mengenai berjalan,
maka istilah gait dan locomotion merupakan istilah yang sering dimunculkan.Gait adalah
cara berjalan sedanglokomotion berarti perpindahan dari satu tempat
ketempat lainnya, maka berjalan(walking) mencakup gait dan lokomotion.
Gerakan berjalan merupakan gerakan
dengan koordinasi tinggi yang dikontrol oleh susunan saraf pusat dan melibatkan
sistem yang sangat kompleks.
Adanya righting reaction yaitu
untuk memelihara dan memulihkan normal posisi kepala yang berhubungan trunk dengan
menormalkan aligment trunk dan limbs sedangkan equilibrium
reaction memelihara keseimbangan pada waktu aktifitas terutama pada saat
melawan gravitasi dan akan membutuhkan banyak control inhibisi pada level
tinggi untuk timbal balik dari bagian perubahan pola gerakan.
Jalan merupakan salah satu cara dari
ambulansi, pada manusia ini dilakukan dengan cara bipedal (dua kaki). Dengan
cara ini jalan merupakan gerakan yang yang sangat stabil meskipun demikian pada
kondisi normal jalan hanya membutuhkan sedikit kerja otot-otot tungkai . Pada
gerakan ke depan sebenarnya yang memegang peranan penting adalah momentum dari
tungkai itu sendiri atau akselerasi, kerja otot justru pada saat deselerasi.
Dalam berjalan dikenal ada 2 fase,
yaitu fase menapak (stance phase) dan fase mengayun ( swing fase). Ada
pula yang menambahkan satu fase lagi yaitu fase dua kaki di lantai (double
support) yang brlangsung singkat. Fase double support ini akan
semakin singkat jika kecepatan jalan bertambah, bahkan pada berlari fase
double support ini sama sekali hilang, dan justru terjadi fase dimana
kedua kaki tidak menginjak lantai.
Fase menapak (60%) dimulai dari heel
strike / heel on, foot flat, mid stance , heel off dan diakhiri dengan toe
off. Sedangkan pada fase mengayun (40%) dimulai dari toe off, swing dan
diakhiar dengan heel strike (accelerasi, mid swing, decelerasi).
Komponen-komponen
penting dalam berjalan normal :
Fase menapak :
a).
Ekstensi sendi panggul (hip)
b).
Geseran ke arah horizontal- lateral pada pelvis dan truk
c).
Fleksi lutut sekitar 15° pada awal heel strike, dilanjutkan dengan
ekstensi dan fleksi lagi sebelum toe off
Fase mengayun :
a).
Fleksi lutut dengan diawali ekstensi hip
b).
Lateral pelvic tilting kearah bawah pada saat toe off
c).
Fleksi hip
d).
Rotasi pelvic ke depan saat tungkai terayun
e).
Ekstensi lutut dan dorsalfleksi ankle dengan cepat sesaat sebelum heel
strike
Definisi Berjalan :
Berjalan adalah berpindahnya tubuh
dari satu titik, ketitik berikutnya dengan cara menggunakan kedua tungkai
(bipedal : posisi tubuh selalu tegak selama proses berlangsung). Pola repetisi
daripada penumpuan berat badan dari satu tungkai ketungkai yang lain dengan
heel – toe striding adalah fenomena yang membedakan manusia dengan hominids
yang lebih primitif ( Napier, 1967).
Cycle berjalan :
Satu
cycle, dimulai dari heel strike, sampai tungkai yang sama mulai heel strike
berikutnya. Interval antara dua steps bisa dihitung jarak dan waktunya.
Stride legth :
Adalah
jarak antara dua jejak kaki, pada kaki yang sama. Pada orang dewasa pria
jaraknya antara 140 – 156,5cm.
Stride duration :
Adalah
waktu yang dibutuhkan untuk jarak tersebut.
Step length :
Adalah
jarak antara dua jejak kaki , baik dari kanan ke kiri atau sebaliknya. Jarak
rata2nya adalah 68 – 78cm.
Step duration :
Adalah
waktu yang dibutuhkan dari heel strike kaki yang satu ke heel strike kaki yang
lain.
Cadence :
Adalah
jumlah steps permenit, dimana nilai rata2nya adalah 112 – 116 permenit.
Parameter tersebut diatas bisa kita
pergunakan sebagai tolok ukur yang valid dan obyektif dalam rangka assessment,
analisa pola jalan pasien. Gait analisis memerlukan pendekatan yang akurat dan
tersistem, pada phase stance maupun swing. Pemahaman tentang gerakan2 yang
terjadi pada persendiannya serta ROM yang dibutuhkan untuk mencapai pola jalan
normal juga diassessment. Misalnya, ditungkai, pelvis dan trunk.
Komponent Gait Normal :
Seperti telah dibahas, bahwa
berjalan membutuhkan alternating support dari satu tungkai ketungkai yang lain.
Gerakan reciprocal ini dibutuhkan untuk menerima, menyerap berat tubuh dan
torque yang menyertainya, sehingga proses berjalan akan berlangsung secara
mulus (smooth), mengalir seperti cairan tanpa ada interupsi dalam proses
pemindahan berat tubuh kedepan. Untuk mencapai pola jalan normal tergantung
pada 3 kemampuan / task fungsional, yaitu : 1). Weight Acceptance. 2). Single
limb Support. 3). Limb Advancement.
Ketiga
fungsi tsb berlansung pada bidang sagital ditinjau dari persendian yang
bergerak, yaitu : hip, knee, ankle baik pada phase atau sub phase swing maupun
stance.
Stance
1. Initial Contact.
Initial
contact periodenya sangat singkat. Otot2 tibialis anterior dan extensor jari2
mempertahankan ankle dalam posisi netral selama perode initial contact ini. Hal
ini dalam rangka persiapan ankle masuk keposisi untuk melakukan apa yang
dikenal sebagai heel rocker, yang terjadi pada loading response.
2. Loading Response (LR).
Pada
saat loading response, aktifitas otot pada semua segment beraksi melawan
kecenderungan gerakan flexi yang timbul pada saat menerima beban berat badan
(terjadi di posterior ankle joint). Kontraksi eccentris drpd otot2 anterior
ankle meresponse plantar flexion torque, yang akan membenturkan kaki kelantai
(foot flap).
Aksi
heel rocker ditimbulkan oleh otot2 bagian anterior, menarik tibia. Sehingga
muncul momentum kedepan dan memflexikan lututnya.
Lutut
flexi 15° dengan kontrol oleh Quadriceps yang berkontraksi secara eccentris
untuk melawan kecenderungan flexion torque akibat dari heel rocker dan posisi
tubuh yang relatif berada disebelah posterior kaki.
Dengan
kontrol plantar flexion dan knee flexion tadi maka weight acceptance
diabsorbsi, stabilitas tungkai tercapai dengan mantap sambil mempertahankan
momentum kedepan.
Hip
tetap dalam posisi flexi 30° dan pelvis forward rotasi 5°. Rapid, high-intensity
flexion torque, adalah torque kedua terbesar yang timbul dalam berjalan, torque
ini dilawan oleh gluteus maximus, hamstrings, adductors magnus dan gracillis
yang berkontraksi secara eccentris. Pelvis distabilisasi pada bidang frontal
oleh kerja otot gluteus medius, minimus dan tensor fascia lata. Dengan kerja
otot ini maka kecenderungan terjadinya trunk flexi dicegah
3. Mid Stance (MSt).
Selama
midstance ankle perlahan bergerak kearah 10° dalam usaha meningkatkan torque
dorsi flexi. Soleus dan gastrocnemius berkontraksi secara eccentris untuk
menstabilkan tibia. Tubuh berayun diatas kaki yang stabil tadi dan menkontrol
tibia sehingga lutut bergerak kearah extensi. Kejadian inilah yang dikenal
sebagai ankle rocker.
Hip
extensi bergerak ke posisi netral dengan pelvis rotasi yang ditimbulkan oleh
momentum swing drpd tungkai sisi contralateral. Konswekwensi dari peristiwa ini
adalah bahwa sebenarnya stabilitas pada stance phase tidak membutuhkan kerja
otot2 hip. Selanjutnya pelvis pada bidang frontal distabilisasi oleh grup
abductor, yang mencegah pelvis drop disisi contralateral.
4. Terminal Stance (TSt).
Pada
terminal stance, ankle terkunci pada posisi netral→dorsiflexi kecil, metarso
phalangeal joint extensi 30°. Dorsi flexion torque mencapai puncaknya. Calf
muscle tetap aktif untuk mencegah tibia colapse dan membiarkan tumit terangkat
sementara berat tubuh berayun kedepan diatas kaki. Forefoot rocker meningkatkan
kemaximum forward progression untuk step length. Ada tiga hal kritis yang
memungkinkan terjadinya forefoot rocker yaitu : Locked ankle, heel rise dan
progression diatas kaki, semua hal tsb terjadi pada periode single limb
support. Secara universal terminal stance dikenal dengan istilah push off.
(istilah ini kurang akurat bila diterapkan pada pasien dengan amputasi below
knee dengan prosthesis).
Lutut
tetap extensi saat extensi torque mulai berkurang pada akhir drpd subphase ini.
Stabilitas tanpa memerlukan kerja otot.
Hip
tetap extensi→ netral posisi, 10° hyperextensi. Posisi ini disebabkan oleh backward
rotation pelvis 5° dan oleh extensi di lumbar spine.
5. Pre-swing (PSw).
Walaupun
subphase pre-swing adalah periode dimana masih ada double support, tetapi
dimasukan dalam kelompok swing, sebab pada phase ini gerakan yang terjadi
dilutut sebenarnya adalah gerakan persiapan untuk mengayun tungkai kedepan dan
mempersiapkan kaki bebas dari lantai untuk masuk subphase initial swing. Selama
pre swing berlangsung, ankle dalam posisi 20° plantar flexi, metetarso
phalangeal joint
extensi
sampai 60°. Selama periode double support berlangsung, kaki memberikan bantuan
balance dan relatif tidak dibutuhkan aktifitas otot. Torque dorsiflexi timbul.
Lutut
flexi 30°, secara pasif, walaupun demikian gracillis mulai aktif. Torque flexi
terjadi sebagai akibat dari penumpuan tungkai contralateral serta oleh
berayunnya tubuh kedepan melewati jari2. Pada saat inilah flexi knee bertambah.
Hip
tetap netral→extension dan pelvis backward rotasi. Kedua posisi tersebut
dicapai secara pasif. M.Illiacus dan M.Rectus femoris aktif. Torque extensi
berkurang sampai nol. Tungkai bersiap untuk diayunkan.
6. Initial Swing (Isw)
Ankle
bergerak ke 10° plantar flexion, otot bagian anterior ankle mempersiapkan kaki
bebas dari lantai dan masuk subphase initial swing.
Lutut
flexi sampai 60° dan kaki bebas dari lantai. Selama periode ini sering terjadi
toe drag, karena tidak adequatnya flexi lutut dan dorsiflexi ankle.
Kontribusi
dari m.iiliacus, adductor longus, gracilis dan sartorius membawa hip ke 20°
flexi dan pelvis mulai forward rotasi. Pelvis dan hip bergerak secara harmonis,
terjadi forward rotasi pelvis saat hip flexi. Sedangkan rotasi backward pelvis
berkaitan dengan hip extensi.
7. Midswing (MSw)
Ankle
dalam posisi netral, otot bagian anterior ankle aktif, ini adalah gerakan yang
membebaskan kaki dari lantai. Tibia mencapai posisi tegak lurus terhadap lantai
saat lutut mencapai 60° flexi. Biceps femoris tetap aktif mengkontrol dengan
eccentris kontraksi, walaupun momentum gerakan (primer) berlangsung secara
pasif.
Di
hip gracilis tetap aktif untuk membantu menambah hip flexi sampai 30°, juga
menambah momentum kepada tungkai yang berayun kedepan. Sedangkan sartorius,
adductor longus dan iliacus menjadi tidak aktif.
8. Terminal Swing (TSw)
Otot2
sebelah anterior ankle tetap aktif untuk mempertahankan ankle dalam posisi
netral selama subphase terminal swing. Ini dalam rangka menjamin posisi ankle
dalam posisi yang tepat saat heel contact di phase weight acceptance pada
subphase initial contact berikutnya.
Aktifitas
quadriceps secara concentris menjamin knee extension sampai posisi lutut
netral, sedang kontrol gerakan dilakukan oleh hamstrings.
Hip
tetap dalam posisi 30° flexi dan terjadi 5° forward rotasi pelvis. Otot yang
tetap aktif adalah m.gracillis sebagai flexor hip. Kombinasi gerakan hip flexi,
pelvis rotasi dan knee extensi berkontribusi pada step length