Tampilkan postingan dengan label Atrial Septal Defect. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Atrial Septal Defect. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Juli 2012

Atrial Septal Defect (ASD)



Defek Sekat Atrium (Atrial Septal Defect, ASD)
oleh Evan Regar




Pendahuluan 

Kelainan jantung bawaan merupakan salah satu kelainan yang paling sering ditemukan dalam kelahiran hidup (mencapai 1% dari seluruh kelainan hidup). Kelainan jantung yang dapat terjadi antara lainadalah kelainan dalam pembentukan sekat jantung. Sekat jantung merupakan suatu batas pemisah antara jantung kiri dengan jantung kanan, menjaga agar darah di dalam kedua “pompa” ini tidak bercampur yang dapat menyebabkan gangguan saturasi oksigen darah yang meninggalkan jantung. Salah satu bentuk kelainan sekat yang banyak diketahui adalah defek sekat atrium, atau Atrial Septal Defect, yang selanjutnya disebut dengan ASD. 

Epidemiologi 

Studi mengenai insidens penyakit jantung kongenital di dunia barat menggambarkan bahwa ASD menempati posisi kedua, setelah defek sekat ventrikel (VSD), dalam frekuensi malformasi jantung kongenital yang lahir hidup. Namun demikian pada literatur lain ASD merupakan kelainan jantung kongenital terbanyak kelima. 

Etiologi 

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit jantung kongenital banyak disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor genetik dengan faktor lingkungan (paparan terhadap zat teratogen). Tidak dapatlah ditunjuk satu penyebab saja penyebab kelainan jantung kongenital.

Abnormalitas genetik dapat disebabkan oleh mutasi gen tunggal (single gene mutation), kelainan kromosomal (delesi, trisomi, monosomi). Mutasi gen tunggal menyebabkan terbentuknya protein struktural maupun regulator serta protein untuk pengaturan persinyalan molekular yang defek dan biasanya dapat diprediksi pola penurunannya mengingat diturunkan dengan pola Mendelian. Kelainan kromosomal yang sering menyebabkan ASD di antaranya sindrom Turner (45X), sindrom Down (trisomi 21), serta sindrom Miller Dieker (delesi 17p). Namun demikian perlu diingat bahwa banyak kelainan kromosomal dapat menyebabkan penyakit jantung kongenital, meskipun tidak spesifik menyebabkan kelainan tertentu. Kelainan jantung pada sindrom Down merupakan kelainan yang paling jelas mekanismenya karena melibatkan anomali struktur yang berasal dari bantalan endokardium (termasuk sekat atrioventrikular dan katup jantung).

Teratogen merupakan faktor lingkungan yang paling berperan dalam menyebabkan penyakit jantung kongenital, termasuk di antaranya ASD. Telah diketahui bahwa pajanan terhadap infeksi rubella kongenital, diabetes gestasional, alkohol, talidomit, asam retinoat dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung kongenital pada anak. Kurangnya konsumsi asam folat juga dituding sebagai penyebab terjadinya hal demikian. 

Kelainan Struktural dan Patofisiologi Kelainan 

ASD perlu dibedakan dengan patent foramen ovale. ASD memungkinan komunikasi interatrium akibat sekat atrium yang tidak sempurna. Patent foramen ovale pada dasarnya juga hal yang serupa dengan ASD, namun melibatkan struktur normal yang terdapat pada masa fetal. Namun demikian patent foramen ovale cenderung terlihat hanya ketika terjadi peningkatan tekanan di atrium kanan (misal: hipertensi pulmonal, batuk) menyebabkan pirau kanan-kiri (bandingkan dengan ASD yang tampak sebagai pirau kiri-kanan akibat tekanan di atrium kiri yang secara alamiah lebih tinggi dibandingkan tekanan atrium kanan). 


ASD dapat digolongan menjadi empat golongan, yakni: 

  1. defek di fossa ovalis (ostium sekundum) – merupakan tipe yang tersering (~70%). Keadaan ini sering disebabkan oleh kematian (apoptosis) sel-sel di septum primum yang berlebihan, menyisakan bukaan ostium sekundum yang terlampau besar atau kelainan pembentukan septum sekundum; 
  2. defek kanal AV parsial – sering merupakan suatu kompleks dengan defek kanal atrioventrikular; 
  3. defek sinus venosus – defek di dekat bukaan dengan vena kava superior (lebih jarang di vena kava inferior); dan 
  4. defek di sinus koronarius. 

Dengan adanya pirau kiri-kanan (left-to-right shunt), hal ini tidak serta merta menegaskan tekanan di dalam atrium (atau secara umum jantung) belahan kiri lebih tinggi dibandingkan dengan belahan jantung kanan. Perlu diketahui bahwa perbedaan tekanan atrium kiri dengan kanan tidaklah terlalu signifikan untuk menghasilkan pirau yang sedemikian besar. Oleh karena itu faktor lain perlu dipertimbangkan untuk menjelaskan aliran darah dari kiri ke kanan.Sistem atrium kanan lebih mudah teregang (more distensible) dibandingkan dengan atrium kiri.4 Dinding ventrikel kanan yang lebih tipis juga memiliki kemampuan untuk “menampung darah tambahan” lebih baik dibandingkan dengan ventrikel kiri yang berdinding lebih tebal. Seiring dengan berjalannya pirau ini, aliran darah pulmoner meningkat hingga dia sampai empat kali normal. 

Kelebihan darah di ventrikel kanan disertai dengan peningkatan aliran darah pulmoner dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan (akibat pressure dan volume overload). Respons kompensasi akan muncul berupa konstriksi arteri pulmoner yang menjaga perfusi kapiler pulmoner tetap dalam batas yang normal serta mencegah edema pulmoner.3Vasokonstriksi yang persisten ini justru akan meningkatkan kerja jantung kanan untuk melawan resistensi pulmoner yang meningkat akibat vasokonstriksi ini. Sebagai akibatnya dinding ventrikel kanan akan beradaptasi dengan melakukan proliferasi serupa dengan perubahan pada arteriol akibat hipertensi sistemik). Pada akhirnya resistensi pulmoner dapat meningkat drastis nyaris menyamai resistensi sistemik, mengakibatkan terjadinya pirau kanan-kiri (akibat peningkatan tekanan ventrikel kanan yang sangat drastis, mengalahkan tekanan ventrikel kiri). Dalam kondisi kompensasi ini dapat terjadi sianosis (late cyanotic congenital, kid blue­– bdk. dengan early cyanotic congenital, baby blue pada pirau kanan-kiri) yang dikenal dengan sindrom Eisenmenger. Tidak hanya ASD, segala kelainan pirau kiri-kanan pada akhirnya dapat mengalami patofisiologi yang sama sehingga justru terjadi inversi pirau. 

Dapat disimpulkan bahwa untuk seluruh kelainan jantung kongenital dengan adanya pirau, terjadi gangguan hemodinamik yang mengakibatkan abnormalitas struktur jantung sebagai mekanisme kompensasi dan adaptasik, seperti atrofi atau justru hipertrofi. 

Gejala Klinis 

Pada umumnya saat kelahiran ASD asimptomatik. ASD biasanya terlihat saat mencapai usia remaja atau dewasa. Dapat dikatakan bahwa secara umum penyakit jantung kongenital yang merupakan “masalah saat dewasa” merupakan penyakit jantung kongenital dengan pirau kiri-kanan yang tidak menyebabkan sianosis saat masa bayi (misal: ASD, VSD, PDA, CoA, serta ToF).4 



Gejala yang paling sering menyertai penderita ASD adalah sesak nafas dan rasa lelah yang cepat timbul setelah aktivitas fisik. Sesak nafas dapat terjadi pasa aktivitas biasa disertai dengan berdebar-debar (takiartimia). Tanda-tanda sianosis sentral (seperti kebiruan di kuku dan sekitar bibir) biasanya kurang ditemukan kecuali defek terjadi dalam intensitas yang besar (suatu kondisi yang jarang dapat disebabkan oleh bukaan yang sangat lebar akibat ketiadaan septum interatrial, disebut dengan istilah cor trilokulare biventrikulare1 dan sering disertai defek fatal lain di daerah jantung). Semakin tua usia seseorang dengan kelainan ini makin rentan mengalami gagal jantung kongestif (terutama dekade keempat dan kelima) disertai dengan aritmia. 

Seseorang dengan ASD juga rentan mengalami infeksi paru yang berulang akibat meningkatnya aliran darah pulmoner cenderung mengakibatkan banyaknya cairan yang mengalir menuju paru, “membanjiri” paru dan menyebabkan paru lebih rentan terhadap infeksi mikroorganisme. 

Temuan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 

Temuan pemeriksaan fisik juga tidaklah menunjukkan arahan diagnosis yang spesifik. Oleh karena itu ASD sering ditemukan secara insidental melalui pemeriksaan foto toraks maupun ekokardiografi. 

Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemui individu yang cenderung kurus. Pada pemeriksan pulsasi vena jugular ditemui peningkatan pulsasi gelombang v yang nyaris sama besar dengan gelombang a (dalam kondisi normal gelombang a mendominasi). Pada saat dilakukan auskultasi terjadi abnormal splitting berupa wide fixed splitting bunyi jantung kedua serta splitting yang terdengar jelas baik pada waktu ekspirasi maupun inspirasi (bahkan pada saat melakukan Manuver Valsava).3Hal ini dapat terjadi mengingat terjadinya peningkatan aliran darah pulmoner menahan penutupan katup pulmonal yang normalnya hanya akan mengalami pelambatan penutupan pada saat terjadi peningkatan venous return akibat seseorang menarik nafas dalam (inspirasi – fisiologis). Bunyi lain yang dapat pula ditemukan adalah sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal, mid-diastolik pada daerah trikuspid, pengerasan bunyi jantung kedua di daerah pulmonal. Temuan bunyi ini merupakan bunyi fungsional akibat peningkatan kerja ventrikel kanan. 

Pemeriksaan elektrokardiografi menampakkan deviasi aksis ke kanan, blok bundel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, pemanjangan interval PR, serta aksis gelombang P abnormal maupun bentuk gelombang P itu sendiri. Pada saat mencapai usia dewasa gambaran EKG sering menampilkan flutter maupun fibrilasi atrium. 

Foto toraks biasanya menampakkan pembesarn jantung (atrium kanan) secara ringan hingga sedang dengan daerah retrosternal terisi pada foso lateral, tampakan dan corakan arteri pulmoner cenderung meningkat. Gambaran yang bisa membedakan dengan pirau kiri-kanan lainnya adalah sedikitnya perpindahan atrium kiri. 



Gambar 2 – Gambaran foto toraks seorang anak berusia 4 tahun yang menampakkan pembesaran ventrikel kanan (terutama foto lateral) disertai dengan peningkatan corakan vaskuler paru (Hurst, 2006) 

Prognosis dan Komplikasi 

Akibat sulitnya dan ketiadaan tanda yang khas pada kelainan ini, penemuan secara insidental biasanya telah menunjukkan suatu kondisi yang cukup berat. Hipertensi pulmoner merupakan kondisi yang paling sering ditemui. Demikian pula dengan flutter atrium dan fibrilasi atrium yang semakin meningkat kejadiannya seiring dengan pertambahan usia. Keadaan yang berat tanpa intervensi cenderung mengakibatkan gagal jantung. Penyebab kematian tersering orang dengan ASD adalah emboli pulmoner, trombosis pulmoner, emboli paradoksikal (akibat pirau yang terjadi), abses otak, maupun infeksi (terutama infeksi paru).3,4 

Tatalaksana 

Terapi dengan obat-obatan berguna bagi beberapa bayi yang menunjukkan gejala gagal jantung. Persistensi gejala mengindikasi penutupan defek melalui pembedahan. Pada sebagian besar kasus penutupan disarankan untuk dilakukan sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah. Indikasi penutupan ASD melalui temuan pemeriksaan penunjang antara lain pembesaran jantung pada foto toraks dengan dilatasi ventrikel kanan, hipertensi pulmoner masif, serta adanya riwayat iskemik transien (ministroke maupun stroke) dan foramen ovale yang persisten.Penutupan dilakukan melalui tindakan pembedahan. Penutupan dapat dilakukan dengan menjahit secara langsung lubang yang terbuka atau menggunakan alat amplatzer septal occluder. 



Kepustakaan 

1. Sadler TW. Langman’s medical embryology. Eleventh edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. 

2. Schoen FJ, Mitchell RN. The heart. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, editors. Robbins and cotran pathologic basis of disease. Eighth edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010 

3. Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Wilson PP, editors. Hurst’s the heart. 12th edition. New York: McGraw-Hill, 2008 

4. Ghanie A. Penyakit jantung kongenital pada dewasa. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...