Tampilkan postingan dengan label FT A : Pediatri dan Geriatri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label FT A : Pediatri dan Geriatri. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Juni 2012

Cerebral Palsy


DEFINISI CEREBRAL PALSY

Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada lesi satu atau banyak lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al, 2001). 

Cerebral Palsy adalah gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progressif yang disebabkan oleh kerusakan atau kelumpuhan sistem saraf pusat (Nelson & Ellenberg, 1982). 

Cerebral Palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. (Bax, dikutip oleh Soetjiningsih, 1998). 

Cerebral Palsy adalah gangguan pada otak yang bersifat non progresif.gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan perkembangan pada otak ( Shepered,1995 ). 

Cerebral Palsy adalah akibat dari lesi atau gangguan perkembangan otak bersifat non progresif dan terjadi akibat bayi lahir terlalu dini ( prematur). Defisit motorik dapat ditemukan pada pola abnormal dari postur dan gerakan ( Bobath, 1996). 
Berdasarkan Penjelasan di atas Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia adalah gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh karena lesi atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stertch reflek yang berlebihan, hiperkontraktilitas otot pada keempat ekstremitas dan klonus yang terjadi pada anggota gerak bawah.

KLASIFIKASI 

                          
1. Berdasarkan area yang mengalami impairment (Scherzer & Tscharnuter, 1990). 
·         Monoplegia : kelemahan pada satu ekstremitas 
·  Hemiplegia : kelemahan pada satu sisi tubuh, ekstremitas atas dan bawah tetapi ekstremitas atas lebih berat 
·         Triplegia : kelemahan pada kedua ekstremitas bawah dan satu sisi ekstremitas atas 
·         Diplegia : kelemahan pada keempat ekstremitas tetapi ekstremitas bawah lebih berat 
·         Kuadriplegia : kelemahan pada keempat ekstremitas.

2. Berdasarkan gejala klinis dan fisiologis gangguan gerak ( Sanger et al, 2003; Molnar GE, 1992; Nelson 1989). 
·         Spastik 
      Ditandai dengan adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh otot. Letak kelainan Cerebral Palsy jenis ini ada di tractus pyramidalis (motor cortex). Anak cerebral palsy jenis spastik dibedakan menjadi empat tipe, yaitu spastik hemiplegia, spastik paraplegia, spastik diplegia, dan spastik quadriplegia. 
·         Diskinesia 
      Ditandai dengan tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak. Yang termasuk dalam kelompok diskenisia adalah athetoid, rigid, hipotonia, dan tremor. 

1) Athetoid 

Letak kelainannya pada basal ganglion. Cerebral Palsy jenis ini tidak terdapat kekakuan pada tubuhnya, tetapi terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol (involuntary movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Gerakan ini tidak dapat dicegah, sehingga dapat mengganggu aktivitas. Gerakan otomatis tersebut terjadi pada tangan, kaki, mata, tangan, bibir, dan kepala. 

2) Rigid 

Cerebral palsy jenis rigid ini terjadi akibat adanya pendarahan di dalam otak. Gejalanya yaitu adanya kekakuan pada seluruh anggota gerak, tangan dan kaki sehingga sulit dibengkokkan. Leher dan punggung mengalami hiperektensi. 

3) Hipotonia 

Cerebral palsy jenis ini memiliki tonus otot dan tonus postural yang rendah. 

4) Tremor 

Letak kelainannya pada substantia nigra. Gejala yang tampak yaitu adanya getaran-getaran kecil (ritmis) yang terus menerus pada mata, tangan, atau pada kepala. Getaran yang terus menerus pada anggota tubuh tersebut dapat mengganggu fungsinya, seperti getaran pada mata menyebabkan anak tidak dapat melihat dengan jelas. Begitu juga getaran pada kepala dan tangan dapat mengganggu anak berkonsentrasi dan menulis atau pada aktvitas lain yang menggunakan kepala dan tangan. 
·         Ataksia 
    Letak kelainannya pada otak kecil (cerebellum). Penderita mengalami gangguan keseimbangan. Otot-ototnya tidak kaku, tapi terkadang penderita tidak dapat berdiri dan berjalan karena adanya gangguan keseimbangan tersebut. Andaikan berjalan, langkahnya seperti orang mabuk, kadang terlalu lebar atau terlalu pendek. Hal itu menyebabkan anak tidak dapat berjalan tegak dan jalannya gontai. Koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, sehingga anak mengalami kesulitan dalam menjangkau sesuatu ataupun akan akan mengalami kesulitan ketika makan. 
·         Campuran
    Artinya pada anak cerebral palsy terdapat dua atau lebih kelainan. Misalnya spastik dan athetosis, atau spastik dan rigid, atau spastik dan ataksia. Kecacatan tersebut tergantung pada kerusakan yang terjadi di otak. Letak kerusakan jenis ini di daerah pyramidal dan extrapyramidal. Apabila kerusakan terjadi pada pyramidal, kelainannya berbentuk spastik. Apabila terjadi di extrapyramidal kelainannya berbentuk athetosis, rigid, dan hipotonia.

ETIOLOGI 

Penyebab CP secara umum dapat terjadi pada tahap prenatal, perinatal dan post natal. 

1. Prenatal 

  Potensi yang mungkin terjadi pada tahap prenatal adalah infeksi pada masa kehamilan. Infeksi merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, misalnya infeksi oleh toksoplasma, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Selain infeksi, anoksia dalam kandungan (anemia, kerusakan pada plasenta), trauma pada abdominal, radiasi sinar-X dan keracunan pada masa kehamilan juga berpotensi menimbulkan Cerebral Palsy. 

2. Perinatal 

    Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat menimbulkan CP, antara lain: 

a. Brain injury 

Brain injury atau cidera pada kepala bayi dapat mengakibatkan: 

1) Anoksia/hipoksia 
   Anoksia merupakan keadaan saat bayi tidak mendapatkan oksigen, yang dapat terjadi pada saat kelahiran bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan bedah caesar. 

2) Perdarahan otak 

                     
                      
                           


    Perdarahan dapat terjadi karena trauma pada saat kelahiran misalnya pada proses kelahiran dengan mengunakan bantuan instrumen tertentu. Perdarahan dapat terjadi di ruang sub arachnoid. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastik. 

b. Ikterus 

Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. 

c. Meningitis purulenta 

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa Cerebral Palsy. 

d. Prematuritas 

Prematuritas dapat diartikan sebagai kelahiran kurang bulan, lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan usia kelahiran atau terjadi dua hal tesebut. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. 

3. Post natal 

  Pada masa postnatal bayi beresiko mendapatkan paparan dari luar yang dapat mempengaruhi perkembangan otak, yang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada otak. Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak setelah proses kelahiran yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan Cerebral Palsy, misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan luka parut pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir rendah.

PATOLOGI CEREBRAL PALSY

Pada Cerebral Palsy terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks serebri terjadi kontraksi otot yang terus menerus dimana disebabkan oleh karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung refleks. Sedangkan kerusakan pada level midbrain dan batang otak akan mengakibatkan gangguan fungsi refleks untuk mempertahankan postur. Mid brain ekstra piramidal dan pusat lokomotor merupakan pusat control motor primitif. Pusat ini membuat seseorang menggunakan pola primitif reflek untuk melakukan ambulasi dimana pada saat tidak terdapatnya seleksi kontrol motorik. Bila terdapat cedera berat pada sistem ekstra piramidal dapat menyebabkan gangguan pada semua gerak atau hypotoni, termasuk kemampuan bicara. Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak terkoodinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak dapat dilakukan. 

Walaupun pada Cerebral Palsy gangguan yang terjadi mengenai sistem motorik tetapi pada kenyataannya tidak dapat dipisahkan antara fungsi motorik dan sensorik. Sehingga pengolahan sistem sensori pada Cerebral Palsy mempunyai 2 jenis kekurangan, yaitu : 

1. Primer : Gangguan proses sensori yang terjadi berhubungan dengan gangguan gerak (pola yang abnormal) 

2. Sekunder : Gangguan proses sensori yang diakibatkan oleh keterbatasan gerak. 

Gangguan proses sensorik primer terjadi di serebelum yang mengakibatkan terjadinya ataksia. Pada keterbatasan gerak akibat fungsi motor control akan berdampak juga pada proses sensorik.

GEJALA KLINIS

Menurut Bax (dikutip dari Soetjiningsih, 1997) memberikan kriteria gejala klinis sebagai berikut : 
1.      Masa neonatal dengan ciri depresi/asimetri dari refleks primitif (refleks moro, rooting, sucking, tonic neck, palmar, stepping). 
2.      Masa umur lebih dari 1 tahun dengan keterlambatan perkembangan motorik kasar seperti berguling, duduk atau jalan. 
3.      Terdapat paralisis yang dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia dan triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran. 
4.      Terdapat spastisitas , terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran. 
5.      Terdapat ataksia, gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung. 
6.      Menetapnya refleks primitif dan tidak timbulnya refleks-refleks yang lebih tinggi (refleks landau atau parasut). 
7.      Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas. 

Gejala klinis atau ciri khas lain yang dapat ditemukan pada kasus Cerebral Plasy Spastic Quadriplegia, yaitu : 
1.      Pada kasus ini Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan, masih ada. 
2.      Pada pemeriksaan dengan posisi anak telentang, maka akan ditemukan gerakan menggunting pada tungkai karena posisi hip yang terlalu adduksi dan endorotasi. 
3.      Pada pemeriksaan dengan posisi anak duduk, maka akan ditemukan bahwa anak duduk di sacrum dengan tungkai adduksi, endorotasi, plantar fleksi dan posisi tungkai asimetri serta menggunting. 
4.      Pada kebanyakan kasus Cerebral Plasy Spastic Quadriplegia, anak berguling dan keduduk dengan flexi patron dan tanpa rotasi trunk.

PROGNOSIS

Prognosis pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia dipengaruhi beberapa faktor antara lain: 

1. Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien. 

    Menurut tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia secara umum diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu 

a. Mild 
   Pasien dengan Mild Quadriplegia dapat berjalan tanpa menggunakan alat bantu seperti bilateral crutches atau walker, dan dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal seusianya pasien. 

b. Moderate 
   Pasien dengan Moderate Quadriplegia mampu untuk berjalan saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih membutuhkan alat bantu seperti bilateral crutches atau walker. Namun demikian untuk perjalanan jauh atau ektifitas berjalan dalam waktu yang relatif lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih memerkulan bantuan kursi roda, seperti pada saat berjalan-jalan ke pusat belanja, taman hiburan atau kebun binatang. 

c. Severe. 
   Sedangkan pasien dengan Severe Quadriplegia sangat tergantung pada alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk berjalan meskipun hanya untuk mencapai jarak yang dekat, misalnya untuk berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung pada kursi roda atau orang lain untuk melakukan aktifitas. 

2. Pemberian terapi pada pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia. 

    Pemberian terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga berpengaruh terhadap prognosis pasien. Semakin tepat dan adekuat terapi yang diberikan semakin baik prognosisnya. 

3. Kondisi tubuh pasien. 

  Dengan kondisi tubuh yang baik akan mempermudah pasien untuk mengembangkan kemampuannya pada saat latihan sehingga pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri. 

4. Lingkungan tempat pasien tinggal dan bersosialisasi. 

    Peran lingkungan terutama keluarga sangat mempengaruhi perkembangan pasien, dukungan mental yang diberikan keluarga kepada pasien sangat dibutuhkan pasien tidak hanya pada saat menjalani terapi sehingga pasien bersemangat setiap kali menjalani sesi latihan tetapi juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien untuk bersosialisasi dengan dunia luar.

Sumber gambar : materi kuliah Patologi saraf dr. Agus Soedomo Sp (K)
Sumber artikel : materi kuliah pediatri

 

Chest Physiotherapy

Chest Physiotherapy pada Kasus Cerebral Palsy

Oleh : Martha Sri Astuti, BPt

Cerebral Palsy adalah gangguan sensorimotor yang menyerang kontrol gerak dan postur (Nelson, C, dikutip dalam buku Neurological Rehabilitaton, 2001). Gangguan disebabkan oleh kekurangan oksigen sesaat sebelum, selama atau sesaat sesudah proses kelahiran. Gangguan yang pasti timbul adalah gangguan sensomotorik, seperti yang disebutkan di atas. Ada juga beberapa gangguan yang muncul, antara lain gangguan respirasi.
Gangguan respirasi biasanya timbul selama dalam perawatan di rumah sakit, sebelum kondisi bayi stabil. Peran Fisioterapis ikut menentukan keberhasilan perawatan yang akan menentukan hasil akhir kondisi Pasien. Pengetahuan Fisioterapis sangat ditantang untuk ikut membantu. Dalam memberikan chest Phyisiotherapy, seorang Fisioterapis harus memperhatikan banyak hal, selain kondisi Pasien biasanya kritis, juga anatomi dada bayi berbeda dengan dewasa, sehingga akan sedikit membedakan pengkajiandan pelaksanaannya.

Sebagai seorang profesional, seorang Fisioterapis harus memberikan yang terbaik berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Oleh karenanya seorang Fisioterapis harus terus membaharui pengetahuannya. Mengenai Chest Physiotherapy haruslah dipahami dasar pelaksanaannya. Juga harus dipahami perbedaan penanganannya pada dewasa dan anak-anak serta bayi, apalagi bayi prematur. Makalah ini akan lebih fokus pada penatalaksanaan Fisioterapi pada bayi dengan kelaianan Cerebral Palsy, terutama dalam kondisi belum stabil di NICU atau rawat inap.

Anatomi

Perkembangan paru dibagi menjadi empat periode, yaitu periode embrionik, pseudoglandular, canalicular dan terminal (Pryor dan Webber,1999) . Berikut adalah tahapan perkembangan paru janin.

Periode embrionik
Minggu 3-5 : berkembang dari satu tabung bakal trachea yang kemudian segera bercabang 2, membentuk bronchus utama. Pada akhir minggu 5, trachea dan cabang utama bronchus terbentuk

Periode Pseudoglandular
Minggu 6-16 : pada masa ini berkembang saluran nafas. Berkembang dengan bercabangnya bronchus dan seterusnya, hingga terbentuk bronchus hingga cabang terminal bronchioles. Juga terbentuk jaringan vaskular, kartilago, dan jaringan limpha. Cilia terbentuk pada minggu 10 dan sesudahnya

Periode canalicular
Minggu 17-24 : pada periode ini tumbuh bronchioli, alveolar ducts dan alveoli, bersamaan dengan berkembangnya jaringan kapiler. Jaringan darah-udara mulai terbentuk pada minggu ke 19, dan surfactant mulai dihasilkan pada akhir periode

Periode Terminal
Minggu 24- lahir : pada periode ini terjadi penyempurnaan pertumbuhan bronchioli dan alveoli. Alveoli dibentuk oleh 2 jenis sel : tipe I pneumocytes adalah yang membentuk sebagian besar alveoli, sedangkan tipe II hanya 2% dari permukaan. Sel tipe II menghasilkan dan menyimpan cairan surfactant yang menjaga kestabilan tegangan permukaan alveoli dan menjaga agar alveoli tidak kolaps. Minggu 23-24 mulai dihasilkan surfactant dalam jumlah kecil, kemudian bertahap meningkat hingga minggu 30. Kelahiran dan nafas pertama merangsang dan mematangkan produksi surfactant. Menjelang akhir periode kantong-kantong udara berkembang menjadi alveoli multilokular yang primitif. Sesudah lahir alveoli berkembang ukuran dan jumlahnya. Pada saat lahir 150 juta, berkembang menjadi 300-400 juta pada saat umur 3-4 tahun- jumlah yang dibutuhkan orang dewasa. Tetapi perkembangan alveoli terus berkembang hingga usia 8 tahun.

Perkembangan paru yang perlu dicermati adalah produksi surfactant. Surfactant baru muncul pada minggu ke 23-24, dan baru berkembang sempurna ketika bayi lahir sesuai umurnya. Jadi bila bayi lahir prematur, maka terjadi permasalahan dengan produksi surfactant. Mekanisme yang diakibatkan karena tidak sempurnanya produksi surfactant akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

Fisiologi

Fungsi paru dan saluran nafasnya adalah ventilasi dan difusi gas. Ventilasi adalah masuk-keluarnya udara melalui saluran nafas hingga ke bronhus termil, sedangkan fungsi difusi adalah pertukaran gas yang terjadi di bronchioli, alveoli duct, alveoli sact dan alveoli.
Ventilasi terjadi karena perubahan tekanan di dalam rongga dada karena perubahan volume rongganya. Ventilasi dipengaruhi oleh kekuatan otot-otot respirasi (terutama diafragma dan otot intercostal), elastisitas karilago intercostal, dan struktur tulang-tulang yang membentuk rongga dada. Bila ada kelainan pada salah satu hal tersebut, maka fungsi ventilasi akan terganggu. 

Inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis kontraksi, sehingga rongga dada melebar kesamping dan anterior, posisi clavicula dan costae dari posisi miring ke arah inferiolateral menjadi horisontal seperti pegangan timba. Perubahan volume menyebabkan perbedaan tekanan, tekanan didalam rongga dada lebih kecil daripada luar. Sehingga udara dari luar mengalir ke dalam rongga dada. Demikian sehingga terjadi persamaan tekanan dan kemudian terjadi ekspirasi.

Mekanisme ventilasi yang disebutkan diatas adalah ventilasi pada paru orang dewasa normal dengan kondisi: struktur costa yang miring ke arah lateroinferior, kekuatan otot diafragma yang tahan lelah, kekuatan otot intercostal yang cukup. Dan kartilago intercostal yang cukup rigid tetapi masih elastis.

Sedangkan fungsi perfusi terjadi di alveoli, juga terjadi karena perbedaan tekanan gas tertentu. Karena perbedaan konsentrasi gas pada alveoli dan kapiler disekitar alveoli. Pada saat inspirasi, konsentrasi oksigen di alveoli lebih tinggi alveoli, maka oksigen berperfusi ke kapiler. Sebaliknya karena karbondioksida di kapiler lebih tinggi di kapiler, maka berperfusi ke alveoli. Pada saat ekspirasi udara di alveoli yang sudah kaya karbondioksida dihembus keluar. 

Fungsi tersebut akan terganggu bila ada yang mengganggu proses perfusi tersebut, misalnya sekresi yang terakumulasi di alveoli atau alveoli kolaps. 
Faktor yang menentukan efisiensi respirasi adalah perbandingan perfusi dan ventilasi yang dilambangkan sebagai V/Q, dimana V adalah ventilasi dan Q adalah perfusi. Bila ada ketidakseimbangan (mismatching V/Q), maka respirasi tidak efisien. Karena sifatnya gas selalu mencari tempat yang atas. Demikian juga dengan udara dalam paru, selalu mencari tempat yang atas, sehingga alveoli yang di distal hampir kolaps. Sedangkan darah, sebagai cairan, sifatnya selalu kebawah. Demikian juga darah dalam paru, lebih banyak pada kapiler di alveoli bawah. Bila ventilasi normal, maka akan terjadi keseimbangan V/Q. Tetapi bila ada hambatan penyebaran udara hingga alveoli distal tidak mengembang, maka terjadi ketidakseimbangan. Disinilah Fisioterpis berperan.

Fungsi Respirasi pada Bayi dan Anak Kecil

Ada beberapa perbedaan anatomis dan fisiologis pada anak kecil dan bayi yang akan memberikan perubahan mekanisme ventilasi. Hal tersebut harusnya menjadi perhatian Fisioterapis. Berikut dipaparkan beberapa perbedaan anatomis dan fisiologis bayi dan amak kecil

PERBEDAAN ANATOMI

Bayi bisa menyusu dan bernafas secara bersamaan hingga kira-kira 3-4 bulan. Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa bayi wajib bernafas melalui hidung. Pengamatan klinis mengatakan pembuntuan pada saluran nasal akan meningkatkan kerja pernafasan dan menyebabkan apnoea. Berikut beberapa perbedaan anatomi saluran nafas dan paru pada bayi:


  1. jaringan adenoid pada bayi mungkin membesar, sehingga mungkin menyebabkan. Juga lidah relatif besar pada bayi. Hal-hal tersebut bisa menyebabkan obstruksi saluran nafas.
  2. diameter saluran nafas pada bayi lebih kecil, terutama bayi prematur, membuat tahanan yang tinggi terhadap aliran udara yang masuk. Apalagi bila ada oedem mukosa akan menambah kerja nafas.
  3. struktur dinding bronchi pada bayi berbeda. Kartilagonya lebih lentur dan ada lebih banyak kantung-kantung mukosa. Hal-hal tersebut merupakan predisposisi obstruksi saluran nafas dan kolaps
  4. alveoli bayi lebih sedikit, sehingga luas permukaan untuk pertukaran gas lebih sempit
  5. saluran kolateral antar alveoli, bonchioli dan terminal bronchioli masih belum berkembang hingga umur 2-3 tahun, hal ini menyebabkan alveoli kemungkinan besar kolaps 
  6. costae bayi letaknya sangat horisontal, sehingga tidak ada gerak seperti pegangan ember dalam respirasi. Ditambah lemahnya otot intercostal berarti pernafasan akan sangat bergantung pada diafragma. Costae dewasa akan berkembang bila bayi sudah mulai mengembangkan postur tegaknya sehingga gaya gravitasi akan menarik costae ke depan dan bawah
  7. insersi diafragma yang horisontal dan kartilago intercostae yang sangat lentur mengakibatkan efesiensi ventilasi dan perubahan bentuk dinding dada yang lebih jelek selama inspirasi
  8. jaringan jantung, tymus dan yang lain relatif lebih besar, oleh karena itu lebih sempit ruang untuk jaringan paru

PERBEDAAN FISIOLOGI

Karena perkembangannya, maka fisiologi respirasi pada bayi dan anak kecil berbeda dibandingkan orang dewasa. Berikut adalah hal-hal yang berbeda:


  1. paru bayi lebih tidak komplian dibandingkan dengan anak-anak besar dan dewasa, terutama bayi prematur (kurang dari 37 minggu kehamilan) yang mungkin kekurangan surfactant
  2. neonatus terutama yang prematur mempunyai pernafasan yang abnormal yang bisa mengarah ke apnoea. Meskipun apnoea pendek dianggap normal, tetapi yang lebih panjang dan yang memerlukan stimulasi untuk memulai bernafas lagi perlu pemeriksaan lebih lanjut
  3. perbedaan konfigurasi anatomi rongga dada- eltak costa yang horisontal- tidak memungkinkan perluasan rongga dada yang sama dengan dewasa, sehingga pemenuhan oksigen bayi harus bernafas lebih sering daripada memperdalamkan nafasnya
  4. neonatus tidur hingga 20 jam sehari dan 80%nya dalam REM. Pada orang dewasa rem hanya meliputi 20%. Karena pada saat REM terjadi penurunan tonus postural, hal ini mengakibatkan turunnya kapasitas residual, sehingga meningkatkan kerja pernafasan
  5. 50% otot diafragma orang dewasa merupakan otot tipe I yang sangat tahan terhadap kelelahan, sedangkan neonatus hanya 25%dan bayi prematur hanya 10%. Hal ini menyebabkan diafragma bayi akan cepat melelahkan diafragma
  6. tingkat metabolik istirahat anak lebih tinggi dengan kebutuhan oksigen yang lebih tinggi. Sehingga sedikit peningkatan kebutuhan akan menyebabkan hypoxia. Hypoxia pada bayi menyebabkan bradycardia (kurang dari 100X/mnt) daripada tachycardia, seperti pada orang dewasa
  7. bayi lebih banyak mengembangkan paru bagian atas daripada daerah dependent seperti pada orang dewasa, meskipun pola perfusinya sama. Perbedaan ini bisa akan tetap hingga mencapai usia 20 tahun. Pada bayi dengan kelainan paru unilateral, oxygenasi bisa dioptimalkan dengan memposisikan paru yang baik pada bagian atas
  8. pada bayi kecil dead space lebih dari kapasitas fungsional residual. Didaerah dependent mungkin terjadi penutupan saluran nafas bahkan selama bernafas normal

Perbedaan-perbedaan diataslah yang menjadi pertimbangan bila kita mengadakan pengkajian dan penanganan pada bayi dan anak kecil.

Pemeriksaan dan Pengkajian

Pemeriksan pada bayi, terutama bayi prematur, harus teliti. Beberapa hal yang diperhatikan sama dengan pada orang dewasa. Tetapi ada beberapa hal tambahan yang wajib diperhatikan. Pemeriksaan terdiri dari observasi dan melihat catatan perawat, serta informasi didapat dari Perawat atau keluarga yang ada disamping bayi.

Catatan medis


  1. riwayat kehamilan, proses dan saat kelahiran
  2. Apgar score, yang menghubungkan antara nadi, kerja pernafasan, tonus otot, reflex irritabilitas, dan warna; yang akan memberikan indikasi derajat asfixia yang diderita bayi
  3. umur kehamilan dan berat badan
Diskusi dengan perawat yang relevan
  1. stabilitas kondisi anak/bayi selama beberapa jam terakhir
  2. toleransi terhadap perawatan: cepat hipoxia atau bradicardia? Berapa lama anak kembali ke kondisi mula setelah mengalami hipoxia atau bradicardia?
  3. apa anak sudah makan? Lewat oral, nasogastric, atau intravenous? Kapan terakhir makan?
  4. Apakah anak sudah mendapatkan istirahat cukup setelah perawatan terakhir?
Daftar Observasi

Dapatkan beberapa informasi dari catatan perawatan


  1. pyrexia mungkin mengindikasikan infeksi respirasi. Pada bayi prematur suhu kurang dari 36.5°C berarti perawatan yang tidak essensial harus ditunda hingga suhu naik. Perbadingan suhu pusat dan tepi harus diperhatikan, khususnya untuk pasien yang kritis
  2. tachycardia bisa disebabkan oleh sepsis atau shock. Bisa juga disebabkan oleh tidak cukupnya sedasi atau analgesia. Pada bayi prematur, bradicardia, baik yang tanpa atau karena stimulasi bisa disebabkan banyak hal termasuk akumulasi sekresi
  3. terjadinya apnea pada bayi bisa menunjukkan distress respirasi, sepsis, atau adanya sekresi di saluran nafas atas dan bawah
  4. tren gas arteri dan hubungannya dengan saturasi oksigen dan oksigen transcutaneous harus diperhatikan bersamaan dengan tingkat dan jenis bantuan respirasi
Catat semua hasil observasi. Kemudian, lakukan pemeriksaan sebagai seperti yang disebutkan dibawah ini.

Pemeriksaan

Pemeriksaan anak yang lebih tua mirip dengan orang dewasa. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan:
1.  tanda-tanda klinis :


  • recession : terjadi karena tekanan negatif yang sangat kuat menarik dinding dada yang lunak dan komplian, sternum subcostal dan intercostal mungkin juga akan tertarik. Recessi ringan pada bayi prematur dianggap normal, tetapi pada bayi yang sudah lebih besar adalah tanda usaha nafas yang berlebihan
  • Nasal Flaring : adalah dilatasi nostril, dengan melakukan hal tsb maka tahanan terhadap aliran udara akan berkurang. Berarti bila ada nasal flaring artinya bayi tersebut sedang mengalami ditress respirasi
  • Tachypnoea : (RR > 60X/mnt) mengindikasikan distres respirasi
  • Grunting : terjasi bila bayi expirasi melawan glotis yang sebagian tertutup. Hal tsb dilakukan untuk meningkatkan kapasitas residual yang akan meningkatkan ventilasi
  • Stridor : akan terdengar bila ada obstruksi parsial pada trachea atas dan atau larynx. Obstruksinya biasanya karena ada kolapsnya dinding trachea, peradangan, atau menghirup benda asing
  • Cyanosis : adalah tanda yang tidak bisa dipercaya untuk distress respirasi pada bayi atau anak kecil, karena akan tergantung pada jumlah dan bentuk hemoglobin dan cukupnya jaringan sirkulasi periferal. Pada 3-4 minggu pertama pada umur neonatus, jumlah feta hemoglobin sangatlah tinggi. Oleh karena itu maka kurva satrasi bergeser ke kiri.
  • Auscultation : Pada bayi dan anak kecil sulit melakukan auskultasi, karena mudahnya suara ditransmisikan. Apalagi bila bayi sedang adalam ventilator, suara selang, akan mengacaukan hasilnya. Akan sangat sulit mendengarkan nafas bayi prematur, karena dia bernafas secara spontan. Ada anak yang lebih besar, suara sekresi di tenggorokan akan juga menggaung di kedua ruang paru. Wheezing yang terdengar bisa disebabkan oleh bronchospasme atau penumpukan sekresi
  • Cardiac Manifestation : distres respirasi seperti tachicardia dan meningkatnya tekanan darah sistemik. Perubahan keduanya akan memperburuk hipoxia dan bradicardia dan hypotensi
  • Extensi leher : mungkin akan muncul pada bayi dengan distres respirasi sebagai usaha menurunkan tahanan aliran uadara
  • Head Bobbing : akan muncul bila bayi menggunakan otot sternocleido mastoideus. Hal ini terjadi karena otot leher bayi relatif masih lemah, belum mampu menstabilkan kepala
  • Pallor : sering muncul pada bayi dengan ditres respirasi sebagai tanda hypoxaemia atau masalah lain termasuk anemia
  • Malas makan : biasanya dihubungkan dengan distres respirasi. Seorang bayi akan memerlukan istirahat beberapa detik bila menghisap susu.
  • Perubahan tingkat kesadaran : berkurangnya aktivitas bisa karena turunnya kesadaran atau karena sedasi, tetapi juga bisa karena hypoxia dan mungkin disertai ketidakmampuan makan dan minum
  • Observasi lain : bila anak bisa duduk dengan gembira dan bermain dengan senang berarti anak sehat. Tetapi yang mudah marah bisa jadi tanda hypoxia. Bila anak distres respirasi berat bisa seharian telentang (berbaring) untuk penghematan energi. Bila anak mengalami distres respirasi, Terapis perlu melakukan pemeriksaan tonus otot. Karena orang yang kesadarannya rendah akan turun tonus ototnya. Anak dengan hypotonik bisa kesulitan bernafas dan pembersihan saluran nafas. Perut kembung juga akan menyebabkan distresss respirasi bahkan memperburuk respirasi karena menempatkan diafragma pada posisi yang tidak menguntungkan

Sesudah melakukan pemeriksaan, maka bisa dilihat problem yang muncul. Problem yang biasa muncul adalah gangguan pada pembersihan saluran nafas atau gangguan aliran udara atau gangguan pertukaran gas.

Teknik fisioterapi

Sebagian besar teknik Fisioterapi untuk orang dewasa juga bisa dilakukan untuk anak atau bayi. Kemungkinan bahwa chest Ft dan suction akan meperburuk kondisi , sehingga pemberiannya harus benar-benar dipertimbangkan dan bukan hanya karena suatu rutinitas. Yang menjadi dasar pertimbangan adalah Fisioterapis mengerti tujuan pengobatan dan pengaruhnya terhadap yang diberikan pengobatan, terutama bila yang diberikan adalah bayi prematur. Oleh karena itu evaluasi melalui pengamatan semua reaksi sangat penting. Pengobatan seharusnya diberikan setidaknya 1 jam sesudah makan untuk mencegah aspirasi.
Berikut akan dijelaskan beberapa teknik, tujuan dan kemungkinan bahayanya, yang bisa diberikan kepada bayi dan anak.

Perkusi
Perkusi dada termasuk clapping dengan menggunakan tangan atau masker. Biasanya sangat bisa ditoleransi dan sangat efektif untuk bayi. Claping seharusnya dilakukan dengan satu tangan untuk bayi atau anak kecil. Untuk bayi prematur cukup dengan 3 atau 4 jari. Tarik sedikit jari tengah sehingga membentuk cekungan. Sebagai pengganti jari bisa digunakan benda yang melengkung misalnya masker. Masker lunak dan tidak menyakitkan serta tidak merusak kulit bayi yang sensitif.
Tujuan perkusi adalah menggerakkan sekresi dari saluran nafas yang lebih distal ke arah yang lebih proximal. Dilakukan selama inspirasi maupun expirasi.

Vibrasi dan shaking
Vibrasi atau shaking dinerikan selama bayi expirasi bersamaan dengan hembusan udara keluar dari alveoli menuju ke arah keluar. Denga demikian vibrasi atau shaking diharapkan akan ikut menggerakkan juga sekresi kearah yang lebih proximal. Diperlukan waktu expirasi yang cukup, sehingga vibrasi atau shaking bisa dilaksanakan dengan optimal.

Rongga dada sangat komplian pada bayi dan anak kecil, jadi vibrasi sangat efektif untuk mengeluarkan sekresi bila RR sekitar normal (30-40). Bila bayi bernafas lebih dari 60X/mnt maka waktu expirasinya sangat pendek dan sulit untuk mengaplikasikan vibrasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:


  • Anak dengan kurang gizi, sakit liver atau bayi prematur bisa kena penyakit rickets, yang mudah patah tulangnya. Hati-hati bila melakukan vibrasi
  • Bayi yang sangat prematur kulitnya sangat sensitif, mudah luka. Mungkin vibrasi bisa membat luka. Vibrasi dan perkusi mungkin tidak tepat 
  • Vibrasi dan perkusi bisa memperparah bronchospasm

Postural Drainage
Posisi yang paling banyak terkena adalah sisi kanan atas posterior. Jangan tundukkan kepala bayi preamtur, karena akan meningkakan tekanan intra kranial. Pada bayi prematur hal tersebut akan beresiko perdarahan perivetrikular.

Posisioning
Tujuan posisioning adalah untuk mengoptimalkan fungsi paru, lebih mengoptimalkan keseimbangan V/Q. Posisi telentang adalah yang paling tidak menguntungkan. Telungkup adalah posisi yang paling menguntungkan untuk fungsi respirasi, juga karena energi yang dibutuhkan lebih rendah. Posisi telungkup baik untuk bayi yang distress respirasi dengan monitoring terus menerus. Tetapi tidak boleh dilakukan bila tidak ada monitoring atau pendampingan, karena akan beresiko terjadinya sudden infant death.

Bila ada gangguan ventilasi pada daerah tertentu, posisioning harus lebih diperhatikan. Tempatkan bagian yang terganggu pada bagian atas. Tetapi posisi ini bukan untuk postural drainage, karena pada bayi pertumbuhan saluran kolateral alveoli belum sempurna.

Bayi yang baru lahir akan mendapatkan oksigenasi lebih baik bila kepala diganjal bantal. Dan kadar oksigen dalam alveolar akan turun bila kepala diturunkan, bila tidak didukung ventilasi mekanik.

Manual hyperinflation
Biasanya manual hyperinflasi dilakukan oleh Perawat. Pada prinsipnya volume yang diberikan pada bayi 500ml dan anak 1000ml. Tekanan yang ditimbulkan tidak boleh lebih dari 5 – 10 cm H2O. Parameter yang sama berlaku bila diberikan ventilator.

Yang perlu dipetimbangkan adalah jaringan kolateral alveoli pada bayi belum tumbuh sempurna, sehingga sulit untuk membantu membuka alveoli yang kolaps. Yang terjadi justru memelarkan alveoli yang sudah terbuka. Hal tersebut akan menjadi faktor predisposisi terjadinya pnemothorax. Jadi manula hyperinflasi seharusnya tidak dilakukan pada bayi prematur, karena jaringannya yang masih rapuh dan mudah rusak oleh tekanan inflasi yang tinggi

Breathing Exercise
Tertawa dan menangis adalah latihan nafas yang paling efektif untuk bayi. Karena akan terjadi expansi paru yan maksimal.

Latihan Batuk
Anak umur 18 bulan sudah mulai bisa menirukan batuk. Umur 3-4 tahun bisa menelan. Untuk bayi rangsangan batuk bisa dilakukan dengan kompresi trachea. Dengan menggeser trachea sedikit ke kiri atau ke kanan, maka bayi akan terangsang batuk.

Suction Saluran Nafas
Bayi harus ditambahkan oksigen untuk mencegah hypoxia. Tetapi hyperoxia, meskipun hanya sebentar, akan bisa menyebabkan retinopathy.

Bila harus melakukan suction saluran nafas, maka semua alat dan tangan haruslah bersih. Karena anak dan bayi sangat rentan terhadap infeksi. Tekanan yang direkomendasikan adalah 10-20 kPa aau 75-150mmHg. Pada umumnya digunakan suction catheter nomor 6. Diameter suction tidak boleh lebih dari 50% diameter saluran nafas.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Martini, Frederic (1998): Anatomy and Physiology,fourth edition, Prentice Hall International, Inc,      new Jersey
  2. Pryor dan Webber (1999): Physiotherapy for Respiratory and Cardiac Problem, second edition, Churchill Livingstone, London
  3. Shepherd, Robertha (1997): Physiotherapy in Paediatrics, third edition, Butterworth Heinemann, Oxford
  4. Umphred, Darcy A (2001): Neurological Rehabilitation, fourth edition, Mosby, St Louise

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...